Analisis Studi Kasus
“Guru Di Penjara Gara-gara Cubit Murid”
Dalam
rangka memenuhi tugas mata kuliah hukum dalam pendidikan dengan dosen Dr.
Suryadi dan Dr. Desi Rahmawati, M.Pd, saya selaku mahasiswa Manajemen Pendidikan ‘Dinny
Ratnasari’ akan menganalisis kasus mengenai guru yang dipenjarakan karena
mencubit muridnya.
Pendidikan merupakan subjek terpenting dalam
kemajuan sebuah negara. Sebuah negara dapat dikatakan maju jika ia berhasil dalam
pendidikannya, karena dari pendidikanlah pembangunan sebuah negara itu dimulai.
Akan tetapi di Indonesia akhir-akhir ini banyak masalah yang bermunculan pada
dunia pendidikan. salah satunya yaitu masalah mengenai seorang guru yang
dipenjarakan gara-gara mencubit muridnya sendiri. Permasalahan ini sontak
membuat geger para netizen. Kebanyakan dari mereka mengkritik permasalahan ini
dari segi kemanusiaan dan hukum yang ada. Mereka menilai masalah ini tidak
seharusnya dibawa ke jalur hukum apalagi sampai memenjararakan pelakunya.
Kasus ini terjadi di SMP Negeri 1 Bantaeng,
yakni seorang guru mata pelajaran Biologi yaitu Nurmayani yang memerintah dua orang muridnya untuk
melaksanakan shalat dhuha akan tetapi dua orang muridnya tersebut tidak
menghiraukan perintah Nurmayani dan memilih untuk melanjutkan bermain air yang akhirnya mengenai baju dari Nurmayani
tersebut. Karena merasa jengkel Nurmayani mencubit muridnya tersebut. Murid
yang tidak suka dengan perlakuanan gurunya tersebut langsung melaporkanp perbuatan
yang dilakukan Nurmayani kepada orang tuanya. Orang tua yang tidak terima
langsung melaporkan Nurmayani ke Polisi dan menjebloskannya ke penjara dengan
tuduhan telah melakukan penganiayaan kepada siswa. Akan tetapi menurut saya
kasus ini kurang pantas untuk dibawa ke jalur hukum apalagi sampai ada yang
masuk penjara. Menurut saya terlalu “lebay” jika kasus ini sampai pidanakan,
akan lebih baik jika kasus ini bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Diduga
karena orang tua murid yang merupakan anggota kepolisian semakin memudahkan
kasus ini untuk dibawa kejalur hukum dan memudahkan pula untuk menjebloskan
pelakunya kedalam penjara.
Dalam Undang-Undang Perlindungan Anak memang
tidak diperbolehkan untuk menyakiti anak dibawah umur, akan tetapi dalam kasus
ini tindakan kasar guru kepada murid dengan cara mencubitnya semata-mata
bermaksud untuk mendisiplinkan murid tersebut. Seharusnya kasus ini bisa
disikapi sebagai langkah pendisiplinan siswa bukan malah dipandang sebagai
kasus kekerasan terhadap siswa. Mengingat pentingnya hukum ataupun
undang-undang terhadap perlindungan anak bukan berarti dengan adanya
undang-undang tersebut malah disalah gunakan atau tidak digunakan sesuai dengan
tempatnya. Contohnya dalam kasus ini, jika memang yang bersalah adalah gurunya
karena sudah berlaku kasar terhadap siswanya bukan berarti ia harus
dipenjarakan, hal ini bisa saja melanggar undang-undang akan tetapi jika masih
bisa diselesaikan secara damai kenapa harus dibawa ke jalur hukum.
Sementara itu, selain sang guru yang dirugikan
dari kasus ini, siswa juga ikut dirugikan dari kasus yang dibawa ke jalur hukum
ini. Selain dari segi psikologis sang anak yang harus berhadapan dengan hukum,
proses persidangan dan lain-lain, siswa juga akan di rugikan dari segi
sosialnya. Mengapa bisa seperti itu? Siswa bisa saja dijauhi oleh
teman-temannya karena mereka akan merasa takut jika mereka berbuat salah kepada
anak akan dituntut serupa dengan guru mereka. Selain itu si anak atau siswa ini
akan susah dalam mencari sekolah baru mengingat guru ataupun pihak yang berhak
menerima peserta didik baru akan berpikir berkali-kali untuk menerima murid
baru yang dengan tega menyeret gurunya sendiri ke penjara hanya karena masalah
sepele, yang mana perbuatan tersebut dilakukan untuk mendisiplinkan siswa
tersebut.
Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014
Tentang Perlindungan Anak. Berdasarkan undang-undang tersebut anak dibawah umur
yang masih dalam pengasuhan orang tua, wali, dan pihak lain yang bertanggung
jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan: Diskriminasi;
Eksploitasi baik ekonomi maupun seksual; Penelantaran; Kekejaman, kekerasan dan
penganiayaan; serta Ketidak adilan; dan Perlakuan salah lainnya. Dalam kasus
ini guru memeng terbukti telah melakukan penganiayaan kepada muridnya dengan
cara mencubit hingga lebam, dan memang pantas untuk dipidanakan. Akan tetapi
jika dilihat dari tujuan guru tersebut mencubit muridnya sendiri, ia lakukan
semata-mata untuk mendisiplinkan muridnya tersebut. Seharusnya orang tua murid
tidak langsung membawa kasus ini ke ranah hukum melainkan terlebih dahulu di
cari asal muasalnya mengapa guru mencubit muridnya sendiri.
Menurut saya dalam kasus ini tindakan guru
mencubit muridnya tidaklah sepenuhnya salah. Karena pada mulanya tujuan guru
ini baik, perbuatan ini ia lakukan untuk mendisiplinkan muridnya tersebut, yang
mana memang sudah merupakan kewajiban seorang guru untuk membiasakan muridnya
berlaku disiplin dan berkepribadian baik. Selain itu pembelaan
terhadap guru juga terdapat di perundang-undangan Indonesia yakni terdapat pada
Pasal 39 Uu Nomor 14 Tahun 2005 dijelaskan Mengenai Perlindungan Guru Dan Dosen,
yang didalamnya membahas mengenai perlindungan hukum terhadap guru. Semua
guru harus dilindungi secara hukum dari segala anomali atau tindakan
semena-mena dari yang mungkin atau berpotensi menimpanya dari pihak-pihak yang
tidak bertanggungjawab. Perlindungan hukum dimaksud meliputi perlindungan yang
muncul akibat tindakan dari peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat,
birokrasi atau pihak lain, berupa: tindak
kekerasan; ancaman, baik fisik maupun psikologis; perlakuan diskriminatif; intimidasi, dan; perlakuan tidak adil.
Jika dihubungkan dengan masalah diatas menurut saya
guru tersebut kurang mendapatkan keadilan, hal ini juga sudah melanggar
undang-undang tentang perlidungan guru dan dosen yakni pada poin diskriminatif.
Dimana orang tua murid yang merupakan seorang anggota kepolisian, menggunakan
jabatannya untuk mempermudah proses hukum yang sedang berjalan. Dalam
memperlakukan muridnya seorang guru tidaklah melihat latar belakang pendidikan
maupun jabatan orang tuanya, seberapapun pentingnya peran orang tua tersebut di
Indonesia tidak akan berpengaruh terhadap perlakuan anaknya disekolah, salah
satunya dalam mendapatkan hukuman jika ia berbuat kesalahan. Dan sebaliknya
seberapapun tingginya jabatan orang tua tidak seharusnya menggunakan jabatannya
untuk mempermudah urusan pribadinya. Karena hukum yang sebenarnya tidak pandang
bulu dalam penggunaannya.
Kesimpulan dari kasus ini, menurut saya perlu ada
koreksi dalam pelaksanaan ataupun penegakan hukum di Indonesia apakah pantas
seorang guru yang berlaku kasar (mencubit) kepada muridnya demi mendisiplinkan
muridnya di penjarakan dan apakah pantas seorang warga negara menggunakan
jabatannya untuk memudahkan kepentingan pribadinya. Selain itu budaya
musyawarah mufakat untuk menyelesaikan masalah seharusnya juga terlebih dahulu
digunakan untuk menyelesaikan masalah ini dan tidak perlu dibawa ke jalur hukum
yang nantinya dapat merugikan kedua belah pihak seperti yang sudah dijelaskan
diawal. Demikian analisis kasus yang dapat saya buat, semoga permasalahan-permasalahan
yang ada didunia pendidikan Indonesia saat ini bisa segera diatasi dan tidak
terulang lagi. Karena sejatinya pendidikanlah yang menjadi dasar kemajuan
sebuah bangsa.