Minggu, 12 Juni 2016

Analisis Studi Kasus 
“Guru Di Penjara Gara-gara Cubit Murid”

Dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah hukum dalam pendidikan dengan dosen Dr. Suryadi dan Dr. Desi Rahmawati, M.Pd, saya selaku mahasiswa Manajemen Pendidikan ‘Dinny Ratnasari’ akan menganalisis kasus mengenai guru yang dipenjarakan karena mencubit muridnya.
Pendidikan merupakan subjek terpenting dalam kemajuan sebuah negara. Sebuah negara dapat dikatakan maju jika ia berhasil dalam pendidikannya, karena dari pendidikanlah pembangunan sebuah negara itu dimulai. Akan tetapi di Indonesia akhir-akhir ini banyak masalah yang bermunculan pada dunia pendidikan. salah satunya yaitu masalah mengenai seorang guru yang dipenjarakan gara-gara mencubit muridnya sendiri. Permasalahan ini sontak membuat geger para netizen. Kebanyakan dari mereka mengkritik permasalahan ini dari segi kemanusiaan dan hukum yang ada. Mereka menilai masalah ini tidak seharusnya dibawa ke jalur hukum apalagi sampai memenjararakan pelakunya.
Kasus ini terjadi di SMP Negeri 1 Bantaeng, yakni seorang guru mata pelajaran Biologi yaitu Nurmayani yang  memerintah dua orang muridnya untuk melaksanakan shalat dhuha akan tetapi dua orang muridnya tersebut tidak menghiraukan perintah Nurmayani dan memilih untuk melanjutkan bermain air  yang akhirnya mengenai baju dari Nurmayani tersebut. Karena merasa jengkel Nurmayani mencubit muridnya tersebut. Murid yang tidak suka dengan perlakuanan gurunya tersebut langsung melaporkanp perbuatan yang dilakukan Nurmayani kepada orang tuanya. Orang tua yang tidak terima langsung melaporkan Nurmayani ke Polisi dan menjebloskannya ke penjara dengan tuduhan telah melakukan penganiayaan kepada siswa. Akan tetapi menurut saya kasus ini kurang pantas untuk dibawa ke jalur hukum apalagi sampai ada yang masuk penjara. Menurut saya terlalu “lebay” jika kasus ini sampai pidanakan, akan lebih baik jika kasus ini bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Diduga karena orang tua murid yang merupakan anggota kepolisian semakin memudahkan kasus ini untuk dibawa kejalur hukum dan memudahkan pula untuk menjebloskan pelakunya kedalam penjara.
Dalam Undang-Undang Perlindungan Anak memang tidak diperbolehkan untuk menyakiti anak dibawah umur, akan tetapi dalam kasus ini tindakan kasar guru kepada murid dengan cara mencubitnya semata-mata bermaksud untuk mendisiplinkan murid tersebut. Seharusnya kasus ini bisa disikapi sebagai langkah pendisiplinan siswa bukan malah dipandang sebagai kasus kekerasan terhadap siswa. Mengingat pentingnya hukum ataupun undang-undang terhadap perlindungan anak bukan berarti dengan adanya undang-undang tersebut malah disalah gunakan atau tidak digunakan sesuai dengan tempatnya. Contohnya dalam kasus ini, jika memang yang bersalah adalah gurunya karena sudah berlaku kasar terhadap siswanya bukan berarti ia harus dipenjarakan, hal ini bisa saja melanggar undang-undang akan tetapi jika masih bisa diselesaikan secara damai kenapa harus dibawa ke jalur hukum.
Sementara itu, selain sang guru yang dirugikan dari kasus ini, siswa juga ikut dirugikan dari kasus yang dibawa ke jalur hukum ini. Selain dari segi psikologis sang anak yang harus berhadapan dengan hukum, proses persidangan dan lain-lain, siswa juga akan di rugikan dari segi sosialnya. Mengapa bisa seperti itu? Siswa bisa saja dijauhi oleh teman-temannya karena mereka akan merasa takut jika mereka berbuat salah kepada anak akan dituntut serupa dengan guru mereka. Selain itu si anak atau siswa ini akan susah dalam mencari sekolah baru mengingat guru ataupun pihak yang berhak menerima peserta didik baru akan berpikir berkali-kali untuk menerima murid baru yang dengan tega menyeret gurunya sendiri ke penjara hanya karena masalah sepele, yang mana perbuatan tersebut dilakukan untuk mendisiplinkan siswa tersebut.
Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak. Berdasarkan undang-undang tersebut anak dibawah umur yang masih dalam pengasuhan orang tua, wali, dan pihak lain yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan: Diskriminasi; Eksploitasi baik ekonomi maupun seksual; Penelantaran; Kekejaman, kekerasan dan penganiayaan; serta Ketidak adilan; dan Perlakuan salah lainnya. Dalam kasus ini guru memeng terbukti telah melakukan penganiayaan kepada muridnya dengan cara mencubit hingga lebam, dan memang pantas untuk dipidanakan. Akan tetapi jika dilihat dari tujuan guru tersebut mencubit muridnya sendiri, ia lakukan semata-mata untuk mendisiplinkan muridnya tersebut. Seharusnya orang tua murid tidak langsung membawa kasus ini ke ranah hukum melainkan terlebih dahulu di cari asal muasalnya mengapa guru mencubit muridnya sendiri.
Menurut saya dalam kasus ini tindakan guru mencubit muridnya tidaklah sepenuhnya salah. Karena pada mulanya tujuan guru ini baik, perbuatan ini ia lakukan untuk mendisiplinkan muridnya tersebut, yang mana memang sudah merupakan kewajiban seorang guru untuk membiasakan muridnya berlaku disiplin dan berkepribadian baik. Selain itu pembelaan terhadap guru juga terdapat di perundang-undangan Indonesia yakni terdapat pada Pasal 39 Uu Nomor 14 Tahun 2005 dijelaskan Mengenai Perlindungan Guru Dan Dosen, yang didalamnya membahas mengenai perlindungan hukum terhadap guru. Semua guru harus dilindungi secara hukum dari segala anomali atau tindakan semena-mena dari yang mungkin atau berpotensi menimpanya dari pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Perlindungan hukum dimaksud meliputi perlindungan yang muncul akibat tindakan dari peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi atau pihak lain, berupa: tindak kekerasan; ancaman, baik fisik maupun psikologis; perlakuan diskriminatif; intimidasi, dan; perlakuan tidak adil.
Jika dihubungkan dengan masalah diatas menurut saya guru tersebut kurang mendapatkan keadilan, hal ini juga sudah melanggar undang-undang tentang perlidungan guru dan dosen yakni pada poin diskriminatif. Dimana orang tua murid yang merupakan seorang anggota kepolisian, menggunakan jabatannya untuk mempermudah proses hukum yang sedang berjalan. Dalam memperlakukan muridnya seorang guru tidaklah melihat latar belakang pendidikan maupun jabatan orang tuanya, seberapapun pentingnya peran orang tua tersebut di Indonesia tidak akan berpengaruh terhadap perlakuan anaknya disekolah, salah satunya dalam mendapatkan hukuman jika ia berbuat kesalahan. Dan sebaliknya seberapapun tingginya jabatan orang tua tidak seharusnya menggunakan jabatannya untuk mempermudah urusan pribadinya. Karena hukum yang sebenarnya tidak pandang bulu dalam penggunaannya.

Kesimpulan dari kasus ini, menurut saya perlu ada koreksi dalam pelaksanaan ataupun penegakan hukum di Indonesia apakah pantas seorang guru yang berlaku kasar (mencubit) kepada muridnya demi mendisiplinkan muridnya di penjarakan dan apakah pantas seorang warga negara menggunakan jabatannya untuk memudahkan kepentingan pribadinya. Selain itu budaya musyawarah mufakat untuk menyelesaikan masalah seharusnya juga terlebih dahulu digunakan untuk menyelesaikan masalah ini dan tidak perlu dibawa ke jalur hukum yang nantinya dapat merugikan kedua belah pihak seperti yang sudah dijelaskan diawal. Demikian analisis kasus yang dapat saya buat, semoga permasalahan-permasalahan yang ada didunia pendidikan Indonesia saat ini bisa segera diatasi dan tidak terulang lagi. Karena sejatinya pendidikanlah yang menjadi dasar kemajuan sebuah bangsa.

Minggu, 08 Mei 2016

PENULISAN KARANGAN

  A.   Pengertian Mengarang dan Karangan
Mengarang berarti ‘menyusun’ atau ‘merangkai’. Mengarang adalah pekerjaan merangkai kata, kalimat, an alinea untuk menjabarkan dan atau mengulas topik dan tema tertentu guna memperoleh hasil akhir berupa karangan (bandingkan dengan pekerjaan merangkai bunga dengan hasil akhir berupa rangkaian bunga). Adapun pengertian karangan menurut hemat penulis buku ini adalah penjabaran suatu gagasan secara resmi dan teratur tentang suatu topik atau pokok bahasan.

  B.   Penggolongan Karangan Berdasarkan Bobot Isinya
1.    Karangan Ilmiah, Semiilmiah, dan Nonilmiah
Berdasarkan bobot isinya, karangan dapat dibagi atas tiga jenis, yaitu (1) karangan ilmiah, (2) karangan semiilmiah (3) karangan nonilmiah atau tidak ilmiah. Contoh karangan ilmiah antara lain makalah, skripsi, tesis, disertasi; yang tergolong sebagai karangan semiilmiah antara lain artikel, berita, editorial, feature, laporan, opini, tip; dan yang tergolong sebagai karangan nonilmiah antara lain anekdot, cerpen, dongeng, hikayat, naskah drama, novel, puisi. Perbedaan karangan ilmiah, semiilmiah, dan nonilmiah, yaitu:
Karakteristik
Karangan Ilmiah
Karangan Semiilmiah
Karangan Nonilmiah
Sumber à

Sifat      à

Alur       à

Bahasa à




Bentuk à
Pengamatan, faktual
Objektif

Sistematis, metodis
Denotatif, ragam baku, istilah khusus


Argumentasi, campuran
Pengamatan, faktual
Objektif+ subjektif
Sistematis, kronologis, kilas balik (flashback)
(denotatif+konotatif) semiformal

Eksposisi, persuasi, deskripsi, campuran
Nonfaktual (rekaan)
Subjektif

Bebas

Denotatif/ konotatif, semiformal/ informal/istilah umum/daerah
Narasi, deskripsi, campuran

2.    Ciri Karangan Ilmiah dan Semiilmiah
Ciri karangan ilmiah minimal ada tiga. Pertama, karangan ilmiah harus merupakan pembahasan suatu hasil penelitian (faktual objektif). Faktual objektif berarti faktanya sesuai dengan objek yang diteliti. Kedua, karangan ilmiah bersifat metodis dan sistematis. Artinya, teknik penulisannya menggunakan cara tertentu dengan langkah-langkah teknis yang teratur (sistematis) dan terkontrol melalui proses pengidentifikasian masalah, pembahasan (analisis), sampai penarikan simpulan. Ketiga, bahasa ilmiah selalu menggunakan laras ilmiah. Laras ilmiah harus baku dan formal.
Tata bentuk karangan mencakup tiga bagian karangan, yaitu (1) halaman-halaman awal (preliminaries) yanag meliputi judul, kata pengantar, aneka daftar (daftar isi, daftar tabel/bagan/lampiran); (2) isi utama (main body) yang meliputi pendahuluan, isi, penutup; dan (3) halaman-halaman akhir (reference metter) yang meliputi daftar pustaka, lampiran, indeks, dan biodata penulis.

  C.   Penggolongan Karangan Berdasarkan Cara Penyajiannya dan Tujuan Penulisannya
Berdasarkan cara penyajian dan tujuan penulisannya, karangan dapat dibedakan atas enam jenis, yaitu:
1.    Karangan Deskripsi
Deskripsi dipungut dari bahasa Inggris description yang tentu saja berhubungan dengan kata kerja to describe (melukiskan dengan bahasa). Karangan deskripsi merupakan karangan yang lebih menonjolkan aspek pelukisan sebuah benda sebagaimana adanya. Agar isi karangan sesuai dengan tujuan penulisnya, diperlukan suatu pendekatan. Pendekatan adalah cara penulis meneropong atau melihat sesuatu yang akan dituliskan. Ada dua car pendekatan yang dimaksud, yaitu pendekatan realistis dan pendekatan impresionistis.
a)    Pendekatan Realistis
Dalam pendekatan realistis penulis dituntut memotret hal/benda subjektif mungkin sesuai dengan keadaan yang dilihatnya.
b)    Pendekatan Impresionistis
Impresionistis adalah pendekatan yang berusaha meng-gambarkan sesuatu secara subjektif sesuai dengan impresi penulis.
2.    Karangan Narasi
Istilah narasi berasal dari narration = cerita. Karangan narasi aalah suatu bentuk tulisan yang berusaha menciptakan, mengisahkan, merangkaikan tindak-tanduk perbuatan manusia dalam sebuah peristiwa secara kronologis atau yang berlangsung dalam suatu kesatuan waktu.
Dari segi sifatnya karangan narasi apat dibedakan atas dua macam: (1) narasi ekspositoris/narasi faktual, dan (2) narasi sugestif/narasi berplot. Narasi yang hanya bertujuan untuk memberi informasi kepada pembaca agar pengetahuannya bertambah bisa disebut narasi ekspositoris; sedangkan narasi yang mampu menyampaikan makna kepada pembaca melalui daya khayal, disebut narasi sugestif.
3.    Karangan Eksposisi
Kata eksposisi yang dipungut dari kata bahasa Inggris exposition sebenarnya berasal dari kata bahasa Latin yang berarti ‘membuka atau memulai.’ Memang karangan eksposisi merupakan wacana yang bertujuan untuk memberi tahu, mengupas, menguraikan atau menerangkan sesuatu.
4.    Karangan Argumentasi
Tujuan utama karangan argumentasi adalah untuk meyakinkan pembaca agar menerima atau mengambil suatu dokrin, sikap, dan tingkal laku tertentu. Syarat utama untuk menulis karangan argumentasi adalah penulisnya harus terampil dan bernalar dan menyusun ide yang logis. Karangan argumentasi memiliki ciri:
a.    Mengemukakan alasan atau bantahan sedemikian rupa dengan tujuan mempengaruhi keyakinan pembaca agar menyetujuinya.
b.    Mengusahakan pemecahan suatu masalah; dan
c.    Mendiskusikan suatu persoalan tanpa perlu mencapai satu penyelesaian. 
5.    Karangan Persuasi
Dalam bahasa Inggris kata to persuade berarti ‘membujuk’ atau ‘meyakinkan.’ Karangan persuasi adalah karangan yang bertujuan membuat pembaca percaya, yakin, dan terbujuk akan hal-hal yang dikomunikasikan yang mungkin berupa fakta, suatu pendirian umum, suatu pendapat/gagasan ataupun perasaan seseorang. Dari segi medan pemakaiannya, karangan persuaisi digolongkan menjadi empat macam, yaitu:
a.    Persuasi Politik
Persuasi politik dipakai dalam bidang politik oleh orang-orang yang berkecimpung dalam bidang politik dan kenegaraan.
b.    Persuasi Pendidikan
Persuasi pendidikan dipakai oleh orang-orang yang berkecimpung dalam bidang pendidikan dan digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan.
c.    Persuasi Advertensi/Iklan
Persuasi iklan dimanfaatkan terutama dalam dunia usaha untuk memperkenalkan suatu barang atau bentuk jasa tertentu. Persuasi iklan yang baik adalah yang mampu dan berhasil merangsang konsumen ingin membeli barang yang ditawarkan.
d.    Persuasi Propaganda
Tujuan persuasi propaganda tidak hanya berhenti pada penyebaran informasi. Lebih dari itu, dengan informasi diharapkan pembaca atau pendengar mau berbuat sesuatu.
6.    Karangan Campuran
Selain merupakan karangan murni, misalnya eksposisi atau persuasi, sering ditemukan karangan campuran atau kombinasi. Isinya dapat merupakan gabungan eksposisi dengan deskripsi, atau eksposisi dengan argumentasi.

Sabtu, 07 Mei 2016

TOPIK, TEMA, TESIS, DAN KERANGKA KARANGAN

  A.   Topik dan Judul
Topik berarti pokok pembicaraan, pokok pembahasan, pokok permasalahan, atau masalah yang di bicarakan. ‘Topik karangan adalah suatu hal yang akan di garap menjadi karangan.
Adapun judul karangan pada dasarnya adalah perincian atau penjabaran dari topik. Jika dibandingkan dengan topik, judul lebih spesifik dan sering telah menyiratkan sudut pandang atau variabel yang akan di bahas.
Berdasarkan uraian di atas kini dapat diketahui persamaan dan perbedaan antara topim dan judul. Persamaannya yaitu dalam hal sama-sama dapat menjadi judul karangan. Sedangkan perbedaannya yaitu, topik adalah “payung besar” yang bersifat umum dan belum menggambarkan sudut pandang penulisnya, sedangkan judul lebih spesifik dan mengandung permasalahan yang lebih jelas atau lebih terarah dan sering telah menggambarkan sudut pandang penulisnya.
Untuk mempersempit pokok pembicaraan ada beberapa cara yang lazim dilakukan. Cara pertama adalah dengan memecah poko pembicaraan menjadi bagian-bagian yang makin kecil yang disebut subtopik. Cara kedua ialah dengan menulis pokok umum dan membuat daftar aspek khusus apa saja dan pokok itu secara berurutan ke bawah. Cara ketiga dapat dilakukan dengan mengajukan lima pertanyaan berikut mengenai pokok pembicaraan: apa, siapa, di mana, kapan, dan bagaimana.
Contoh berikut ini adalah hasil cara pertama dan cara kedua untuk mempersempit atau membatasi topik supaya lebih spesifik dari topik sebelumnya.
a)    Menurut tempat
b)    Menurut waktu/periode/zaman
c)    Menurut hubungan sebab-akibat
d)    Menurut pembagian bidang kehidupan manusia
e)    Menurut aspek khusus-umum/individual-kolektif
f)     Menurut objek material dan objek formal
    
  B.   Tema dan Tesis
Tema berarti pokok pemikiran, ide, atau gagasan tertentu yang akan dituangkan oleh penulis dan karangannya. Tema adalah sesuatu yang melatarbelakangi dan mendorong seseorang menuliskan karangannya.
Jika seseorang memikirkan sesuatu (tema) tentulah terkandung maksud, tujuan, atau sasaran tertentu yang ingin dicapainya. Maksud dan tujuan itu disebut tesis. Tesis adalah pernyataan singkat tentang maksud dan tujuan penulis.
Jika penulis merasa dalam kerangka karangannya cukup dengan merumuskan tesis, maka ia tidak perlu lagi merumuskan tema. Namun, jika dengan tesis terasa belum cukup, penulis perlu merumuskan tema secara eksplisit untuk memudahkan penyusunan bab dan subbab dalam karangannya nanti. Perhatikan contoh berikut ini:
Topik: Cara Mengemukakan Pendapat yang Efektif
Tesis: Mengemukakan pendapat haruslah secara logis dan sistematis dengan
menggunakan bahasa yang tepat.

  C.   Kerangka (Outline) Karangan
Kerangka karangan adalah rencana teratur tentang pembagian dan penyusunan gagasan. Fungsi utama kerangka karangan adalah untuk mengatur hubungan antara gagasan-gagasan. Secara terinci kerangka karangan dapat membantu pengarang/penulis dalam hal-hal sebagai berikut (Keraf, 1998:195-196).
a)    Kerangka karangan akan mempermudah pengarang menuliskan karangannya dan dapat mencegah pengarang mengolah suatu ide sampai dua kali, serta mencegah pengarang keluar dari sasaran yang sudah ditetapkan.
b)    Kerangka karangan akan membantu pengarang mengatur atau menempatkan klimaks yang berbeda-beda di dalam karangannya.
c)    Bila kerangka karangan telah rapi tersusun, berarti separuh karangan sudah “selesai” karena semua ide sudah dikumpul, dirinci, dan diruntun dengan teratur. Pengarang tinggal menyusun kalimat-kalimatnya saja untuk “membunyikan” ide dan gagasannya.
d)    Kerangka karangan merupakan miniatur dan keseluruhan karangan. Melalui kerangka karangan, pembaca dapat melihat intisari ide serta struktur karangan secara menyeluruh.
1.    Bentuk Kerangka Karangan
Bentuk kerangka karangan ada dua macam, yaitu:
a.    Kerangka topik. Kerangka topik  terdiri atas kata, frasa, klausa, yang di tandai dengan kode yang sudah lazim untuk menyatakan hubungan antargagasan.
b.    Kerangka karangan. Kerangka karangan lebih bersifat resmi dan unsur-unsurnya tampil berupa kalimat lengkap. Kerangka kalimat banyak dipakai pada proses awal penyusunan outline. Jadi, kerangka dapat saja berbentuk gabungan kerangka kalimat dan kerangka topik.
Hubungan di antara gagasan yang di tunjukkan oleh kerangka dinyatakan dengan serangkaian kode berupa huruf dan angka. Agar karangan terstruktur rapi, pengarang harus membagi-bagi gagasan dan menempatkannya sedemikian rupa dalam bab dan subbab.
2.    Pola Penyusunan Kerangka Karangan
Ada dua pola terpenting yang lazim dipakai untuk menyusun kerangka karangan, yaitu:
a.  Pola Alamiah
Kerangka karangan yang berpola alamiah mengkikuti keadaan alam yang berdimensi ruang dan waktu. Urutan bab dan subbab dalam kerangka berpola alamiah dapat dibagi dua, yaitu:
a)    Urutan Ruang
Urutan ruang dipakai untuk mendeskripsikan suatu tempat atau ruang, umpamanya kantor, gedung stadion, lokasi/wilayah tertentu.
b)    Urutan Waktu
Urutan waktu dipakai untuk menarasikan (menceritakan) kronologi peristiwa/kejadian, baik yang berdiri sendiri maupun yang merupakan rangkaian peristiwa. 
b.  Pola Logis
Pola logis memakai pendekatan berdasarkan cara berpikir manusia. Cara berpikir ada beberapa macam dan pendekatannya berbeda-beda bergantung sudut pandang dan tanggapan penulis terhadap topik yang akan ditulis. Adapun macam-macam urutan logis adalah klimaks-antiklimaks, sebab-akibat, pemecahan masalah, dan umum-khusus. 
Langkah-Langkah Menulis Karangan sebagai berikut: